Kamu mungkin pernah mendengar nasihat karier yang menyebutkan bahwa kamu perlu
Apa pula maksudnya?
Saya dulu berpikir bahwa “menerapkan strategi” adalah:
Hasilnya, saya coba untuk melakukan semua hal di atas sesering mungkin. Saya mencetuskan ide-ide, menulis dokumen-dokumen panjang, serta mempelajari pengukuran dan indikator kinerja. Satu per satu poin dalam daftar telah saya lakukan. Saya berhasil mengatur dan melaksanakan strategi dengan baik, bukan?
Ternyata, semua yang saya lakukan tak ubahnya bagai memetik gitar, lalu menganggap diri telah menggubah lagu. Inti masalah yang saya hadapi adalah:
Saya sendiri kurang paham apa itu strategi. Saya pikir “menerapkan strategi” hanya sebatas terlibat dalam diskusi penting.
Jika kamu merasakan hal yang sama, maka artikel ini perlu kamu baca.
Pada dasarnya, strategi adalah sederet aktivitas yang didesain untuk mencapai suatu target. Layaknya sebuah rute yang dibuat untuk pergi dari titik A ke titik B.
Pertanyaan yang lebih menarik justru, “Apa yang membuat strategi jadi baik?” Dan untuk menjawab pertanyaan itu, saya setuju dengan definisi yang dibuat oleh Richard Rumelt:
“Strategi yang baik adalah sederet aktivitas yang kredibel, saling berkaitan, dan fokus untuk mengatasi tantangan-tantangan terbesar dalam mencapai target tertentu.”
Mari kita telaah satu per satu:
Berdasarkan defisini itu, mari kita tinjau ulang definisi saya sebelumnya atas “menerapkan strategi” sebelumnya:
Kamu mungkin berkata, “OK, definisi yang bagus.” Tapi pertanyaan besarnya masih belum terjawab. Apa yang perlu saya lakukan untuk mengatur strategi?
Inilah kuncinya.
1. Samakan persepsi tentang seperti apa kesuksesan yang hendak diraih
Hal ini mungkin terdengar mudah, tapi sulit dilakukan. Sebagai tes awal coba lakukan hal berikut: bayangkan tim kamu meraih kesuksesan besar dalam waktu tiga tahun. Kesuksesan seperti apa yang kamu bayangkan? Tuliskan pada sebuah kertas.
Sekarang, coba tanyakan pertanyaan sama pada rekan kerja setim di sebelahmu. Saat kamu membandingkan jawaban masing-masing, apakah kedua jawaban sama?
Jawaban kamu dan temanmu seharusnya sama, karena kalian bekerja dalam satu tim. Tapi ternyata, ada banyak alasan mengapa keduanya bisa jadi berbeda.
Kamu mungkin peduli terhadap berbagai pekerjaan dan mengikuti progres pencapaian sejumlah target. Mana yang lebih penting? Apa yang terjadi bila satu target bertentangan dengan yang lainnya? Bagaimana kesuksesan ini berkaitan dengan keberhasilan perusahaan tempat kamu bekerja?
Bila jawaban tiap anggota dalam tim kamu berbeda, maka kamu masalah yang perlu diselesaikan.
2. Memahami masalah yang ingin kamu atasi dan untuk siapa
Bayangkan kamu tengah berusaha untuk “mengubah masa depan transportasi.” Apa yang perlu kamu lakukan?
Jika insting kamu mulai membayangkan ide-ide gila—mobil terbang, armada Uber yang dilengkapi kursi mahal dari Eames, Hyperloop—tenangkan dirimu. Kamu ingin tahu masalah utama transportasi saat ini? Kemacetan, ongkos yang mahal, keamanan, polusi, kebosanan selama perjalanan, dan lain-lain.
BACA JUGA
Tip menjadi problem solver ala Jepang
Hal paling sulit dari sederet masalah tersebut adalah mengetahui mana yang lebih utama dibanding lainnya. Mana yang sangat berpengaruh, mana yang tak penting, dan bagi siapa masalah ini berarti?
Sederet pertanyaan itu membuat kamu perlu memahami:
3. Prioritas dan fokus
Menetapkan prioritas sangat sulit, karena sebagian besar orang enggan berkata “tidak”. Tapi waktu, energi, dan konsentrasi punya batasan. Ingat bagaimana strategi bagus adalah yang terfokus?
Fokus adalah keunggulan strategis yang memungkinkan kamu bergerak lebih cepat dalam mengerjakan hal terpenting. Itulah mengapa startup kecil dengan karyawan berjumlah belasan punya kesempatang menang melawan perusahaan besar dengan karyawan berjumlah ratusan atau bahkan ribuan. Bila rencana kamu melibatkan terlalu banyak proyek untuk dilakukan, kemungkinan kamu punya keunggulan kompetitif akan makin kecil.
BACA JUGA
10 kebiasaan buruk yang bisa merusak potensi startup
Jika kamu tak mampu menetapkan prioritas, putar haluan dan lakukan riset dengan lebih baik untuk memahami masalah. Pertanyaan yang perlu dilontarkan bukanlah, “Apa yang bisa lakukan lagi untuk berhasil?” atau “Bagaimana memastikan semua proyek kita tak ada yang gagal?”, tapi “Apa masalah terpenting pertama, kedua, dan ketiga yang perlu kita atasi? Bagaimana memastikan solusi kita akan berjalan dengan gemilang?”
Saya berkata pada tim momen di mana suatu diskusi sudah mengarah ke “apa kita perlu merilis produk biasa ini, atau perlukah kita mengerjakannya sedikit lagi agar jadi lebih baik?” adalah saat di mana semua pekerjaan yang telah dilakukan gagal. Tim telah gagal menajamkan fokus berminggu-minggu, atau bahkan berbulan-bulan lalu. Sebenarnya hanya ada dua hal yang perlu ditetapkan: apakah hal ini perlu (sehingga bisa membuat produk jadi hebat) atau tak perlu (yang bila tetap dilakukan pun tak akan berguna).
Bila kamu tertarik untuk memperdalam wawasan tentang topik ini, saya merekomendasikan buku Good Strategy, Bad Strategy yang ditulis oleh Richard Rumelt. Ada banyak contoh yang bisa kamu baca dari dunia militer dan bisnis. Selamat mengatur strategi!
(Artikel ini pertama kali dipublikasikan dalam bahasa Inggris. Isi di dalamnya telah diterjemahkan dan dimodifikasi oleh Iqbal Kurniawan sesuai dengan standar editorial Tech in Asia Indonesia. Diedit oleh Pradipta Nugrahanto)