Kamu mungkin pernah mendengar istilah startup Unicorn, yang merupakan sebutan untuk startup dengan valuasi di atas US$1 miliar (lebih dari Rp14 triliun). Namun pertanyaannya, apa sebenarnya pengertian dari valuasi startup? Bagaimana cara menghitungnya?
Valuasi adalah nilai ekonomi dari sebuah bisnis. Apabila ada sebuah perusahaan yang mempunyai valuasi Rp1 triliun, maka siapa pun yang ingin mengakuisisi penuh perusahaan tersebut harus mempersiapkan uang minimal Rp1 triliun. Angka valuasi ini biasanya dijadikan acuan untuk mengukur seberapa besar potensi bisnis sebuah perusahaan.
Sebagai founder suatu startup, kamu perlu menghitung valuasi demi menentukan persentase saham yang akan diberikan kepada investor saat terjadi pendanaan. Valuasi ini juga penting untuk menentukan harga jual startup kamu apabila terjadi merger atau ada perusahaan lain yang tertarik untuk mengakuisisi startup milikmu.
Metode perhitungan valuasi startup sebenarnya serupa dengan bisnis konvensional. Namun, karena startup pada tahap awal biasanya belum mendapat pemasukan atau keuntungan (yang biasanya menjadi dasar perhitungan valuasi), maka perlu ada sedikit penyesuaian.
Untuk menghitung valuasi perusahaan konvensional, hal-hal berikut biasanya ikut dipertimbangkan:
Dari variabel-variabel tersebut, valuasi perusahaan bisa didapat dengan rumus:
Valuasi = (Nilai Saham + Utang) – Uang Tunai
Lalu bagaimana dengan startup yang belum mempunyai pendapatan dan laba? Biasanya, founder ataupun calon investor akan mempertimbangkan hal-hal seperti berikut:
Dalam perhitungan valuasi startup ada dua istilah penting yang harus kamu pahami, yaitu valuasi Pre-Money dan Post-Money. Sederhananya, valuasi Pre-Money adalah “harga” dari sebuah startup sebelum mendapatkan investasi, dan valuasi Post-Money adalah “harga” startup setelah investasi terjadi.
Berikut ini adalah contoh sederhana untuk memahami perbedaan valuasi Pre-Money dan Post Money:
Lalu bagaimana apabila sebuah startup telah mempunyai beberapa investor dan hendak mendapat pendanaan baru? Bagaimana cara menghitung persentase sahamnya?
Untuk itu, kamu harus menemukan jumlah lembar saham baru yang harus diterbitkan dengan rumus berikut:
Dilusi adalah penyusutan persentase kepemilikan saham dari suatu pihak yang disebabkan oleh penerbitan saham baru. Berikut adalah contoh perhitungan valuasi Post-Money dan perhitungan kepemilikan saham setelah investasi tahap awal (seed funding).
Misalkan setelah itu, startup tersebut mendapatkan pendanaan Seri A. Maka:
Berikut adalah perhitungan kepemilikan saham untuk founder dan masing-masing investor.
Jenis saham yang bisa diberikan oleh founder kepada investor pun ada bermacam-macam, antara lain:
Dari perhitungan di atas, kamu bisa melihat bahwa meski baru mendapat pendanaan total Rp20 miliar (Rp6 miliar saat seed funding dan Rp14 miliar saat Seri A), sebuah startup bisa mempunyai valuasi Post Money sebesar Rp55 miliar. Nominal dari valuasi cenderung akan selalu lebih besar dibanding jumlah pendanaan.
Bila diibaratkan, jumlah pendanaan itu seperti volume air, sedangkan valuasi adalah volume dari bejana yang menampung air tersebut. Apabila ada penambahan air (pendanaan), maka volume air yang tertampung di dalam bejana (valuasi) akan semakin penuh.
Situasi tersebut membuat kapasitas bejana tidak lagi representatif, sehinga harus diganti dengan bejana yang lebih besar (penghitungan valuasi kembali). Itulah mengapa biasanya penambahan nilai valuasi terjadi ketika ada pendanaan baru yang akan didapat oleh sebuah startup.
Menurut beberapa pakar, seorang founder startup lebih baik fokus pada apa yang terbaik untuk bisnisnya saat ini, dan mulai dari menghitung berapa pendanaan yang perlu ia dapatkan. Valuasi startup seharusnya hanya dianggap sebagai hasil dari perhitungan nominal pendanaan yang dibutuhkan tersebut.
Berikut adalah beberapa hal yang harus kamu perhatikan dalam menentukan nominal target pendanaan:
Untuk menentukan valuasi Pre-Money, sebenernya ada dua jenis perhitungan, yaitu:
Pada kenyataannya, untuk startup tahap awal, kebanyakan founder dan investor di Indonesia lebih sering menggunakan teknik Pricing ini dalam menentukan valuasi startup.
Hal ini terjadi karena perusahaan modal ventura (VC), yang biasa memberi pendanaan kepada startup, memang mengincar keuntungan dari penjualan kembali saham yang mereka miliki. Karena itu, mereka cenderung memperkirakan berapa harga jual yang tepat untuk startup tersebut di kemudian hari, ketika hendak memberi pendanaan.
Hal ini berbeda dengan investor konvensional yang biasanya memberikan pendanaan kepada perusahaan untuk meraih keuntungan dari pembagian laba (dividen).
“Penentuan valuasi untuk startup lebih seperti seni (art) dibanding sains,” ujar seorang investor dari perusahaan modal ventura kepada Tech in Asia Indonesia. Untuk memberikan acuan dalam menentukan harga yang pantas, para VC biasanya akan menggunakan metode-metode penentuan valuasi yang ada.
1. Tahap Awal
2. Tahap Berkembang
3. Tahap Exit
Terdapat berbagai cara menentukan nilai valuasi dari suatu startup
Comparable adalah metode yang bisa digunakan baik oleh startup yang belum ataupun sudah memperoleh pendapatan. Dengan metode ini, kamu bisa mendapatkan valuasi untuk startup milikmu dengan cara membandingkan beberapa metrik, antara lain:
Sebagai contoh, ada sebuah startup dengan jumlah pengguna aktif 10 juta orang baru saja diakuisisi perusahaan lain seharga Rp100 miliar. Maka apabila kamu memiliki startup serupa dengan 2 juta pengguna aktif, maka kamu bisa mengatakan bahwa valuasi startup kamu Rp20 miliar.
Untuk mendapatkan valuasi dari startup lain, kamu bisa melihat dari data yang disebutkan di media, meskipun hal ini jarang terjadi. Atau apabila perusahaan yang kamu jadikan acuan telah masuk bursa saham, kamu juga bisa melihat market cap dari perusahaan tersebut.
Contoh penerapan metode Comparable:
Metode Multiple sebenarnya serupa dengan metode Comparable. Bedanya, di metode ini kamu tidak perlu mencari data dari startup lain, namun hanya perlu mencari faktor pengali (multiple) yang biasa digunakan dalam bisnis yang kamu masuki. Contoh multiple dari beberapa industri bisa kamu lihat di tautan berikut.
Berikut ini adalah contoh penerapan metode Multiple:
Sebuah startup misalnya bergerak di bidang e-commerce. Karena itu, mereka mendapatkan angka multiple sesuai dengan industri mereka, dan melakukan perhitungan seperti di bawah.
Ketiga hasil valuasi tersebut kemudian dirata-rata, hingga didapatkan angka valuasi Rp20,2 miliar.
Discounted Cash Flow (DCF) adalah metode yang memperkirakan valuasi perusahaan berdasarkan prediksi arus kas masuk dan keluar di sebuah startup dalam jangka waktu beberapa tahun ke depan. Dari situ, kita bisa menghitung berapa keuntungan yang akan didapat oleh startup tersebut, misalnya di tahun ketiga.
Karena pengaruh inflasi, nilai uang akan mengalami depresiasi dari waktu ke waktu. Itulah mengapa jumlah keuntungan tersebut harus dikurangi tingkat inflasi. Selain itu, angka tersebut juga harus dikurangi risiko kegagalan perusahaan mencapai arus kas yang diharapkan.
Metode ini sebenarnya lebih cocok untuk perusahaan besar yang telah masuk bursa saham, dengan laporan keuangan yang terbuka. Metode ini tidak cocok untuk startup dengan risiko kegagalan yang tinggi, dan belum meraih keuntungan. Cocok untuk perusahaan konvensional kecil dengan kondisi keuangan yang lebih terprediksi.
Contoh penerapan metode DCF:
Sebelum memulai, kamu harus mengetahui terlebih dahulu istilah-istilah berikut.
Seperti namanya, metode ini merupakan cara perhitungan valuasi dari sudut pandang perusahaan modal ventura (VC). Karena itu, metode ini membutuhkan data-data berikut:
Contoh penerapan metode Venture Capital:
Demi memudahkan penentuan valuasi, ada beberapa angel investor dan perusahaan modal ventura (VC) yang lebih memilih untuk langsung menentukan kisaran valuasi di setiap tahap perkembangan startup. Semakin jauh perkembangan sebuah startup, berarti risiko investasi di startup tersebut akan semakin kecil, sehingga sang investor bisa menentukan valuasi yang lebih besar.
Sebagai contoh, angel investor dan VC bisa membuat panduan seperti berikut:
First Chicago adalah metode yang berusaha menganalisis setiap kemungkinan yang terjadi di masa depan sebuah startup, mulai dari situasi terburuk, situasi normal, dan situasi terbaik. Untuk setiap situasi tersebut, kita harus menghitung valuasi dengan berbagai metode yang telah disebutkan di atas.
Contoh penerapan metode First Chicago:
Metode yang didesain oleh seorang angel investor bernama Dave Berkus ini merupakan cara paling sederhana dalam menentukan valuasi sebuah startup. Cara ini cocok untuk startup yang memenuhi kriteria berikut:
Kamu hanya perlu menentukan valuasi dari lima hal penting dalam perkembangan startup berikut:
Sebagai patokan, Berkus menetapkan bahwa nilai maksimal dari setiap variabel di atas tidak boleh melebihi angka US$500.000 (sekitar Rp7 miliar).
Contoh penerapan metode Berkus:
Menurut Berkus, angka yang ia tetapkan tersebut bisa saja diubah, tergantung dari industri dan lokasi di mana startup tersebut berada. Karena itu, kamu bisa menyesuaikan valuasi yang kamu tetapkan dengan rata-rata valuasi untuk startup tahap awal di Indonesia.
Kamu pun bisa mengubah variabel-variabel yang digunakan. Contoh, apabila kamu bergerak di bidang kesehatan dan finansial, mungkin kamu bisa mengganti kategori “kerja sama strategis” dengan “izin dari regulator”.
Serupa dengan metode Berkus, metode RFS juga cocok untuk para startup yang belum memperoleh pendapatan. Namun untuk menggunakan metode ini, kamu harus terlebih dahulu mengetahui rata-rata valuasi dari startup serupa yang ada di Indonesia.
Setelah itu, kamu harus membandingkan dua belas faktor risiko berikut.
Untuk setiap parameter di atas kamu harus menunjukkan bagaimana posisi startup kamu bila dibandingkan dengan startup lain, apakah sangat positif, positif, netral, negatif, atau sangat negatif. Semua pengaruh tersebut nantinya harus dimaknai secara finansial, guna menentukan valuasi dari startup kamu.
Contoh penerapan metode RFS:
Metode Scorecard sebenarnya serupa dengan metode RFS. Namun metode yang sering disebut dengan metode Bill Payne ini menggunakan variabel penilaian yang lebih sedikit. Masing-masing variabel tersebut juga diberikan bobot, berdasarkan seberapa penting variabel tersebut dalam perkembangan startup.
Ada tujuh variabel yang harus kamu tentukan dengan metode ini.
Hasil perhitungan dari setiap variabel tersebut, nantinya akan dibandingkan dengan rata-rata valuasi dari startup tahap awal lain yang menjalankan bisnis serupa serta berada di lokasi yang sama.
Contoh penerapan metode Scorecard:
Metode ini berusaha menghitung valuasi startup dari biaya yang dibutuhkan apabila kamu ingin membuat startup lain yang serupa. Karena itu, metode ini akan akan memperhitungkan:
Kekurangan utama dari metode ini adalah hanya memperhitungkan kondisi startup di masa sekarang, dan bukan di masa depan. Karena itu, cara ini biasanya hanya digunakan untuk menentukan valuasi minimal dari sebuah startup.
Selain itu, ada juga metode bernama Book Value, yang menentukan valuasi dengan cara menghitung nilai aset yang kamu miliki, seperti gedung, furnitur, dan perangkat elektronik.
Selain itu ada juga metode bernama Liquidation Value yang menghitung nilai aset apabila startup kamu tiba-tiba bangkrut dan harus menjual aset tersebut. Valuasi dari Liquidation Value jelas akan lebih kecil dibanding Book Value, karena harga aset yang harus dijual cepat ketika startup bangkrut tentu akan lebih kecil dibanding saat normal.
Namun karena mayoritas startup merupakan perusahaan teknologi yang tidak mempunyai banyak aset, kedua metode ini tidak cocok untuk digunakan oleh mayoritas startup.
(Diedit oleh Iqbal Kurniawan)