Founder: Muhamad Rifaldi Industri: pendidikan Status pendanaan: telah menerima seed funding
Sejak tahun 2017, Muhamad Rifaldi telah melakukan riset pasar mengenai permintaan akan video edutainment yang mengandung pembelajaran sekaligus permainan bagi anak. Ia menjual konten tersebut secara offline dan membagikannya ke media sosial seperti YouTube.
Dari riset yang ia lakukan, respons dan permintaan pasar terhadap konten video edutainment bagi anak ternyata cukup positif. Hal ini kemudian mendorongnya untuk mengemas beragam konten tersebut dalam bentuk aplikasi bernama Playable Kids pada tahun 2018.
Melalui Playable Kids, anak-anak nantinya bisa mengakses konten edutainment berbentuk video dan game. “Aplikasi akan secara resmi dirilis bulan September 2018. Sekarang kontennya baru video. September nanti akan ada semua fiturnya,” ujar Rifaldi.
Lantaran membidik pengguna anak-anak berusia 2-12 tahun, Playable Kids rencananya akan menghadirkan dua fitur berbayar dengan sistem berlangganan pada September 2018 mendatang. Fitur tersebut adalah:
Selain melakukan monetisasi dari dua fitur tersebut, proses monetisasi Playable Kids sebenarnya sudah dilakukan sebelum meluncurkan aplikasi. Pada tahun 2017, Playable Kids melakukan monetisasi dengan menjual konten edutainment dalam bentuk compact disc (CD).
Playable Kids bukan satu-satunya platform yang menghadirkan konten edutainment bagi anak-anak dalam bentuk aplikasi. Ada platform lain seperti Educa Studio yang menawarkan layanan serupa.
Rifaldi pun menyadari bahwa pihaknya bukan pemain tunggal dalam bisnis ini. Ia melihat keberadaan kompetitornya yang menawarkan layanan konten edutainment dalam beragam aplikasi, sehingga pengguna harus mengunduhnya satu per satu. Playable Kids mencoba menawarkan hal yang berbeda dengan menghadirkan beragam konten edutainment dalam satu aplikasi saat peluncuran resminya.
“Kami menawarkan aplikasi yang aman, ramah, dan menghibur untuk anak. Lebih mendorong dari sisi character building. Kami fokus ke video pembelajaran. Enam puluh persen berbentuk animasi, dan empat puluh persen dalam bentuk syuting video. Misalnya, tutorial membuat slime, agar anak-anak bisa berinteraksi dalam membuat karyanya,” tutur Rifaldi.
(Diedit oleh Iqbal Kurniawan)